PILKADA DKI DAN BANJIR JAKARTA
Banjir Jakarta merupakan masalah klasik yg belum juga dapat terselesaikan sampai saat ini. Sutioso dulu pernah mengusulkan konsep managemen megapolitan sehingga ada pengelolaan terpadu di Jakarta dan daerah sekitarnya dalam menangani banjir. Tapi, menurutnya tidak direspon pemerintah. Kemudia, dia juga sudah membuat konsep membangun waduk raksasa di daerah selatan jakarta guna membelokkan 13 aliran sungai sebelum masuk jakarta. Tapi, juga belum sempat dilaksanakan.
Dalam menghadapi ancaman banjir ini, Fauzi Bowo, sebagai pengganti Sutioso, juga melaksanakan banyak program di bidang ini, mulai membangun kanal banjir timur yg melindungi wilayah Jaktim dan Jakut seluas +_15.400 Ha dg jumlah penduduk +_2.7juta jiwa. Menambah dan merehabilitasi waduj di 15 lokasi, pelebaran sungai dan pembangunan turap, dll.
Usaha ini terus diprogramkan dan dilakukan oleh gubernur sesudahnya. Jokowi, memandang sama dg Sutioso, banjir Jakarta tidak bisa diatasi oleh pemerinta prop DKI tanpa bantuan daerah lain. Kompas.com senin 24 Maret 2014, merilis Jokowi: Macet dan banjir DKI Lebih mudah diatasi jika jadi presiden.
Ahok yg ditinggalkan oleh Jokowi yg kemudian menggantikannya, juga diamanahi oleh pendahulunya jokowi untuk segera menyelesaikan masalah banjir ini. Ahok yg sadar akan ancaman banjir pun telah pula membuat langkah-langkah strategis untuk mengatasi banjir tersebut.
Begitu besarnya masalah banjir ini, Gubernur2 DKI mulai dari Sutioso, Fauzi Bowo, Jokowi sampai Ahok belum dapat menuntaskannya. Hingga, menjelang pilkada putaran kedua sekarang ini masyarakat DKI terus saja berada di bawah ancaman banjir.
Pilkada DKI putaran kedua, meminta kearifan kepada pelihnya untuk cermat dalam menentukan pulihan. Jika gubernur2 yg lalu telah berusaha mengatasi banjir dengan program dan pendekatan yg cenderung sama, yakni bersifat fisik. Ke depan tampaknya perlu dilengkapi dengan pendekatan lain. Mungkin pendekatan yg lebih bersifat humanis. Artinya perlu Gubernur yg mampu membangun kesadaran bersama dalam mengatasi bahaya banjir yg mengancam. Selain itu, karena seperti kata Sitioso dan Jokowi bahwa Pemda DKI saja tidak akan mampu mengatasi banjir Jkt, diperlukan pula pemimpin yg bisa membangun komunikasi dan kerjasama yg harmonis dengan masyarakat dan kepala daerah tetangga. Pilihannya tentu Gubernur yg bisa diterima oleh masyarakat atau pun kepala daerah sekitar DKI.
Demikian sekedar sumbangan pemikiran dari saya di Bukittinggi yg meskipun di bukit, telah mulai pula ada titik2 banjirnya.
Selamat malam DKI.
Selamat malam DKI.
Bukittinggi, 3.3.2017
EmoticonEmoticon