MENCARI SECERCAH KEBAHAGIAAN DALAM KESUSAHAN
"Sesungguhnya telah Kami ciptakan manusia itu berada dalam susah payah." QS. al-Balad, 90: (4).
HAMKA dalam tafsir al-Azharnya menjelaskan secara apik seperti apa kesusahan yang dialami manusia sepanjang kehidupannya. Tulis HAMKA, " Sejak dari dalam rahim ibu kepayahan itu sudah dimulai. Membalik-balikkan badan mencari jalan keluar sampai kepada tersumbur dari pintu. Setelah lahir dengan kepayahan, yang mula terdengar adalah tangis karena tak tahan dingin mula bertemu dengan udara luas, setelah berbulan lamanya merasa panas badan dalam rahim ibu. Setelah itu mulailah pusat dikerat, lalu menangis kesakitan. Mulailah menggerak-gerakkan tangan dan kaki; mulai menangis minta menyusu, menangis kedinginan karena telah basah oleh kencing, menangis karena telah berak, menangis minta digendong minta dibawa. Beransur badan besar, beransur besar kepayahan.
Setelah itu bapa memandang telah kuat, mulailah merasa sakit dikhitan. Setelah selesai dikhitan, mulailah dimasukkan ke sekolah. Sejak dari kelas satu sekolah rendah sampai sekolah tinggi bertemu kesusahan mengahapal, kepayahan mengulang pelajaran, ketakutan mendapat angka “merah”. Dan kalau maju sekolah, orang tua susah dan melarat, susah payah mencari akal bagaimana melanjutkan sekolah. Dan setelah tammat sekolah yang tinggi, menggondol titel dan gelar Sarjana Hukum, Insinyur, dan Doktorandus, timbul lagi kesusah-payahan mencari pekerjaan. Dan setelah sampai berumahtangga, timbul lagi kesusahan menafkahi isteri, kemudian mengemudikan anak, timbul lagi kesusah-payahan lantaran umur yang lanjut.
Setelah itu bapa memandang telah kuat, mulailah merasa sakit dikhitan. Setelah selesai dikhitan, mulailah dimasukkan ke sekolah. Sejak dari kelas satu sekolah rendah sampai sekolah tinggi bertemu kesusahan mengahapal, kepayahan mengulang pelajaran, ketakutan mendapat angka “merah”. Dan kalau maju sekolah, orang tua susah dan melarat, susah payah mencari akal bagaimana melanjutkan sekolah. Dan setelah tammat sekolah yang tinggi, menggondol titel dan gelar Sarjana Hukum, Insinyur, dan Doktorandus, timbul lagi kesusah-payahan mencari pekerjaan. Dan setelah sampai berumahtangga, timbul lagi kesusahan menafkahi isteri, kemudian mengemudikan anak, timbul lagi kesusah-payahan lantaran umur yang lanjut.
Setelah isteri dan anak berdiri berkeliling, timbul lagi kesusahan menyediakan rumah yang layak tempat diam, kendaraan yang layak untuk perhubungan. Setelah rumah tempat tinggal siap dan kendaraan telah sedia, timbul lagi kesusah-payahan memperjodohkan anak-anak. Yang perempuan supaya bersuami, yang laki-laki supaya beristeri. Setelah semuanya itu selesai; rumah sudah ada, anak-anak sudah kawin, yang laki-laki telah keluar bersama isterinya, yang perempuan telah keluar dibawa suaminya, tinggallah awak telah tua dalam kesepian ditinggalkan anak cucu. Setelah datang usia tua, segala penat, payah, mulailah terasa. Kaki mulai penat, tangan mulai pegal, mata mulai kabur, gigi mulai goyah dan gugur, uban mulai bertabur, telinga mulai pekak, kepala sakit-sakit dan pening; akhirnya ditutup semuanya dengan mati.
Lantas, dimana kebahagiaan itu bisa didapatkan. Saya kira, kebahagiaan itu hanya ada di sela-sela kesusahan hidup tersebut. Sebentar memang. Tapi bagi orang-orang yang pandai bersyukur, kebahagiaan yang sejenak itu tetap terasa panjang. Karena itu, bersyukurlah.
===========================
Pascasarjana, IAIN Bukittinggi, 28.11.2017
Pascasarjana, IAIN Bukittinggi, 28.11.2017
EmoticonEmoticon