Senin, 26 November 2018

GURUKU "ORANG TUAKU"

GURUKU "ORANG TUAKU"

(Pengalaman belajar di Madrasah Sumatera Thawalib Parabek tahun 80an)
Tidak mudah melukiskan bagaimana hubungan murid dan guru di Parabek ketika itu. Tapi, yang jelas hubungan keduanya sangat akrab. Panggilan untuk guru bervariasi. Ada yang dipanggil inyiak, ustaz, dan pak atau ibuk (bukan ustazah). Kami yang belajar disebut siswa, bukan santri. Karena ketika itu sebutan santri belum begitu familiar dengan kami. Sebutan santri ini mungkin mulai dipopulerkan ketika Madrasah Sumatera Thawalib Parabek sudah diberi nama baru yakni Pondok Pesantren Sumatera Thawalib Parabek. 

Namun apa pun itu, hubungan guru dan murid sangat akrab. Tak sanggup bayar uang sekolah, boleh minta keringanan bahkan pengampunan. Bagi yang tinggal di asrama atau di rumah masyarakat di sekitar Parabek, bisa ikut bekerja dengan ustadz di ladangnya. Upahnya, kadang hanya makan siang dan makan malam di rumah ustaz tersebut. Kadang ada pula berupa uang. Sesekali mencuri sayuran atau buah-buahan di ladang Ustadz, juga dibolehkan. Kalau pun tak boleh, ketahuan pasti juga dimaafkan. Toh memcuri hanya sekedar untuk dimakan, tidak untuk dibawa ke pekan.

Jika belajar siang tak memadai, boleh minta tambahan belajar sore atau malam. Saya dan teman-teman pernah meminta Ustadz Khatib Muzakkir (alm), guru nahwu kami ketika itu, belajar ilmu nahwu pada malam hari. Tak sedikit pun tampak rasa keberatan di wajah beliau. Bahkan, beliau sangat antusias menyambutnya. Cukup lama kami belajar malam dengan beliau. Seingat saya, tak ada uang iyuran yang kami kumpulkan untuknya. Kadang-kadang kami merasa malu, semangatnya mengajar jauh melebihi semangat kami untuk belajar. Saya dengar, kakak-kakak kami juga ada yang belajar malam dengan ustadz yang lain dengan mata pelajaran yang lain pula. Saya yakin, keadaannya juga tak beda dengan kami.

Tapi, itu dulu. Kini zaman sudah berubah. Meskipun masih ada yang seperti dulu, sudah jarang ditemukan.

Masih Selamat Hari Guru.
Semoga Guruku, Inyiak, Ustadz, Bapak, dan Ibuk semuanya senantiasa berada dalam lindungan Allah SWT. Aamiin.

Minggu, 20 Mei 2018

BULAN PUASA

BULAN PUASA

Istilah "Bulan Puasa" atau "Bulan Puaso" sebenarnya lebih bermakna budaya daripada bermakna agama. Di dalamnya ada pasar pabukoan. Ada pula pengajian, kultum (kuliah tujuh menit) atau kultumbih (kuliah tujuh menit lebih). Begitu juga, tadarus bersama di masjid, buka bersama, atau juga sahur bersama. Semuanya itu adalah bagian dari kebudayaan yang lahir ketika umat Islam menjalankan syari'at agamanya. Kebudayaan ini, terus berkembang sesuai dengan perkembangan zaman.

Beda halnya dengan bulan Ramadhan. Sebutan bulan Ramadhan adalah istilah agama. Dalam Alquran disebutkan, pada bulan Ramadhan diturunkan padanya al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu siapa yang di antara kamu yang ada di bulan itu, hendaklah dia berpuasa. Dan siapa yang sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), wajib menggantinya di hari yang lain....Q.S. al-Baqarah:185. Berbeda dengan bulan puaso, rangkaian kegiatan bulan ramadhan ini adalah, selain puasa di siang hari, qiyamul lail, infak, tilawatil Qur'an, dan iktikaf. Semuanya ini tidak berubah dan tidak berkembang sesuai dengan perkembangan atau perubahan zaman.

Tapi pak, untuk apa dibeda-bedakan begitu pak. Menurut saya sama saja pak bulan puaso dengan bulan Ramadhan. Kalau pun beda paling beda istilah saja. Sedangkan, maksudnya sama saja.

Selintas memang kelihatan sama dan selintas membedakannya juga tidak penting. Namun, sebenarnya ada juga perlunya. Paling tidak untuk menimbang mana yang memang mesti dikerjakan mana yang tidak. Mana yang prioritas dan mana yang hanya pelengkap saja. Jangan sampai gara-gara pelengkap, yang pokok tinggal. Contoh, mendengar pengajian ada, tapi shalat taraweh tidak ikut. Buka bersama ikut, qiyamul lail tidak.

O begitu pak, saya kira bapak sekedar nulis atau sekedar mengisi status saja.
Tidak lah. Ada juga pesan yang disampaikan. Mudah2an saja pesan tersebut sampai.
Tks

"SEKOLAH" RAMDHAN

"SEKOLAH" RAMDHAN

Ibarat sekolah, Ramadhan mengajarkan banyak hal bagi orang yang mengikutinya, antara lain. 

Pertama: Ramadhan mengajarkan kepada kita tentang arti hidup. Ungkapan banyak orang bahwa hidup adalah pengabdian saya kira benar. Baik pengabdian kepada Allah begitu pun pengabdian kepada sesama manusia. Dalam bahasa lainnya Hablum minallah dan Hablum minannas. Puasa yang kita kerjakan di siang hari dan qiyamullail pada malam hari adalah pelajaran tentang hablumminallah Ramadhan. Sementara Ikut merasakan bagaimana rasanya tidak makan dan minum pada siang hari dan dorongan Nabi SAW agar banyak2 berinfaq di bulan Ramadhan merupakan pelajaran bagi hablumminannas.

Kedua. Ramdhan mengajarkan tentang kedermawanan. Kedermawanan sebenarnya adalah fitrah kemanusiaan kita. Allah yang maha memberi mewariskan sifat suka memberinya kepada ciptaannya termasuk manusia. Matahari memberikan cahayanya bagi kehidupan manusia. Laut memberikan kandungannya kepada manusia, berupa ikan dan segala kekayaan yang ada di dalamnya. Manusia harus siap pula untuk memberikan sebagian yang dia punya dalam keadaan apapun, fi al-sarraa' wa al-dharra. Perintah Nabi untuk banyak 2 bersedekah seperti yg ditulis di atas, merupakan bukti betapa Ramadhan mengajarkan kita tentang kedermawanan.

Ketiga, Ramadhan mengajarkan kepada kita tentang kejujuran dan integritas. Saat puasa, meskipun seseorang berada sendirian di rumah dan makanan pun tersedia, tapi Ramadhan membatasi kita untuk tidak memakannya. Karena, hal itu akan membatalkan puasa yang sedang dilakukan. Selain itu, juga ada hadis nabi yang mengatakan bahwa perkataan bohong akan merusak nilai puasa.

Keempat. Pelajaran lain dari sekolah Ramadhan adalah tentang pengendalian diri. Pengendalian diri yang dimaksudkan adalah tidak mudah marah dan mudah memaafkan. Dalam istilah alQuran disebutkan wal kazhimiina al-ghaiza wal 'aafi na 'aninnas. Ramadhan mengajarkan jika ada yang mengajak bertengkar atau juga berkelahi, hendaklah dilawan, eh dihindari. Katakan kepada mereka "ana shaimun". Pelajaran pengendalian diri itu, juga bisa diambil dari menahan diri untuk tidak berbuka sebelum waktunya.

Masih banyak lagi sebenarnya. Namun, sekedar contoh dicukupkan demikian.
Tks
Wassalam
Malam keempat Ramadhan 1439 H

SANG JUARA

SANG JUARA
Assalamu'alaikum ww

Pak, saya dengar pengajian tadi bahwa orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling taqwa. Kemudian, dikatakan pula bahwa ketaqwaan itu dapat dicapai dengan puasa selama satu bulan. Pertanyaan saya, apakah mungkin itu pak, hanya satu bulan bisa menjadi manusia yang paling mulia.

Saya juga berfikir seperti itu. Untuk mencapai gelar akademik saja, yang sejatinya tidak dapat dijadikan standar kemuliaan seseorang, baru dapat dicapai setelah kuliah bertahun-tahun. Sementara, untuk mencapai kemuliaan sejati, taqwa, hanya butuh waktu 29 atau 30 hari. Ini tentu sesuatu yang tidak mudah untuk memahaminya.
Nah, itu masalahnya pak. Bagaimana mungkin peringkat atau kemuliaan tertinggi dalam kehidupan manusia, dapat dicapai dengan waktu yang sependek itu.

Iya, saya yakin tidak banyak orang yang bisa mencapainya. Hanya, orang-orang yang betul-betul berpuasa saja yang akan bisa mencapainya. Dalam bahasa Nabi SAW dikatakan, imanan wa ihtisaban, penuh percaya kepada Allah dan penuh perhitungan kepada diri sendiri (introspeksi), sajalah yang dapat mencapainya. Sebaliknya, orang-orang yang berpuasa tidak dilandasi dengan imanan wahtisaban tersebut, pasti tak akan mendapatinya. Mereka itulah barangkali yang dikatakan oleh Nabi SAW sebagai orang yang tak mendapatkan apa2 dari puasanya, kecuali ju' wal 'atays, lapar dan haus.

Kalau begitu, seperti apa prakteknya pak.
Ada ulama yang mengatakan bahwa paling tidak ada tiga tahap puasa yang harus dilewati. Pertama, tahap adaptasi. Puasa badaniyah namanya. Ini dilakukan 10 hari pertama. Dimana badan kita memasuki tahap2 adabtasi. Bila sebelumnya makan dan minum di siang hari, saat puasa tidak bisa lagi. Begitu juga dengan tidur yang cukup sebelumnya, saat puasa tidak cukup lagi. 

Kedua, tahap dimana badan sudah mulai terbiasa dengan keadaan baru. Tak makan dan minum di siang hari dan tak banyak tidur di malam hari. Berpuasa dan qiyamu lail tidak lagi terasa berat. Puasa pada tahap ini disebut puasa nafsiyah. Ini terjadi pada 10 hari kedua. 

Ketiga, tahap dimana raga dan jiwa sudah menyatu dengan puasa yang dikerjakan. Puasa pada tahap ini disebut sebagai puasa ruhiyah. Ini terjadi padae10 hari terakhir. Hari-hari yang merupakan puncak dari ibadah puasa. Di tahap ini ibadah puasa terasa makin syahdu dengan intensitas ibadah yang sangat tinggi. Nabi SAW mengajarkan pada tahap puncak ini dengan banyak beriktikaf.

Kalau begitu, semuanya harus dijalani secara baik ya pak.
Iyalah. Cuma sayangnya masyarakat kita kebanyakannya berhenti di tahap kedua bahkan ada yang sudah berhenti di tahap yang pertama. Hingga, kita dapati makin ke ujung, makin kurang saja yang melaksanakan qiyamu lail. Sangat kontras dengan di Makkah dan di Madinah. Kabarnya di kedua kota haram itu, justeru makin ke ujung makin ramai. Di penghujung Ramadhan itu, sudah sulit kita mencari tempat shalat karena begitu ramainya orang di sana.

Sedih juga kita kadang2 melihat bagaimana masyarakat kita mengamalkan ibadah puasa itu ya pak.
Iya, mudah2an saja mulai saat ini, hal yang semacam itu tidak terjadi lagi. Hingga, akhir Ramadhan jamaah qiyamullail tetap ramai.

Mudah2an saja pak.
Sudah cukup dulu itu pak, sudah ngantuk pula wak pak. Terima kasih pak. Wassalamu'alaikum.

Wa'alaikum salam.
Tks
Oya, judul sebenarnya TAQWA, hehe

BELUM ADA JUDUL

BELUM ADA JUDUL

Dosa pertama yang dibuat oleh manusia sebenarnya bukan kejahatan pembunuhan sebagaimana yang dilakukan Qabil terhadap saudaranya, Habil. Melainkan, “korupsi” yang dilakukan oleh ayah mereka, Adam as, di surga. Karena, tak lama setelah Adam as diciptakan dan dinobatkan oleh Allah sebagai raja (khalifah) di muka bumi, Allah berikan kepadanya semua fasilitas yang dibutuhkannya. Kata Allah dalam firman-Nya, “Wahai Adam, tinggallah kamu dengan permaisurimu di Istana (jannah) ini. Silahkan engkau nikmati semua makanan (fasilitas) yang ada sesuka hati mu. Tapi, jangan engkau dekati pohon yang satu ini. Nanti engkau menjadi orang pesakitan (zhalim). Q.S. al-Baqarah: 35 Akan tetapi, Adam as kemudian melanggar titah Tuhannya. Adalah Syeitan yang mempengaruhi dan memperdayainya agar melakukan tindakan-tindakan “koruptif”. Kata Syeitan kepada Adam as, “Rab mu hanya melarang kamu berdua mendekati pohon tersebut, agar kamu tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi kekal (di dalam syurga). Q.S. Al-A’raf: 20).

Demikian Syeitan menggoda Adam as dan Isterinya, Hawa. Dan bukan syeitan namanya kalau dia berhenti sebelum yang digodanya terpedaya. Dia yakinkan keduanya, “ Syetan bersumpah kepada keduanya, sesungguhnya aku ini benar-benar penasehat mu. (Q.S. al-A’raf: 21). Puncaknya, syetan betul-betul menunjukan kepada keduanya apa yang dimaksudkannya, “Hai Adam maukah kamu aku tunjukkah kepada mu pohon keabadian (syajarata khuld) dan kerajaan yang tidak akan binasa (Q.S. Thaha:120). Karena begitu kuatnya pengaruh dari syetan tersebut, Adam pun akhirnya jatuh juga, “lalu syeitan pun memeprdaya keduanya. Sehingga, keduanya dikeluarkan dari segala kenikmatan ketika keduanya berada di sana….(Q.S. al-Baqarah:36). Adam as lupa bahwa Rabnya tak pernah mengatakan bahwa dia berkuasa hanya untuk periode-periode tertentu, 5 atau 10 tahun saja.

Kalau saja Adam dapat menjaga integritas dirinya dengan mentaati peraturan atau undang-undang yang dibuat Rabnya, kalau saja Adam bisa sedikit saja menahan diri untuk tidak mengambil yang bukan haknya, Adam tentu akan tetap langgeng dalam kekuasaannya. Tapi, apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur.

Kita adalah anak cucu Adam. Sebagaimana kakek kita Adam as, kita pun akan dihadapkan dengan persoalan-persoalan yang kurang lebih sama dengan yang dihadapinya. Persoalan kekuasaan dan persoalan duniawiyah pada umumnya. Kita pun akan mudah terperosok ke dalam tindakan-tindakan “koruptif”, sebagaimana yang dulu terjadi pada Adam as. Apalagi, selain iman kita tak sekuat iman Nabi Adam as, syetan yang dulu berhasil memperdaya kakek kita, Adam as, sekarang masih hidup. Karena, mereka pernah minta ditangguhkan kematiannya kepada Allah dan Allah pun mengabulkannya.

Agar kita tidak terperosok ke lubang yang sama. Tentu saja kita mesti menghindari sebab-sebab kejatuhan Adam as tersebut. Dari kisah tadi, tampak bahwa adam lupa akan larangan Allah kepadanya untuk tidak mendekati pohon khuldi. Hingga, ia kehilangan integritasnya. Adam juga lupa bahwa Allah telah memberinya segala-galanya, kekuasaan dengan segala fasisitasnya. Hingga, ia terjebak ke dalam tindakan “koruptif”. Untuk dua persoalan tersebut tampaknya puasa adalah cara yang terbaik yang dapat kita lakukan. Karena, puasa pada dasarnya adalah ajaran tentang kepatuhan dan ketaatan kepada Sang Khaliq. Orang yang puasa, tak ada yang mau makan, minum, dan bergaul suami isteri di siang hari, meskipun tak ada orang yang melihat atau yang mengetahuinya. Karena, ia tau bahwa hal itu, menurut ajaran Rabnya, akan membatalkan puasanya. Puasa juga mengajarkan kita untuk bisa sabar dan menahan diri. Tak ada orang yang berpuasa, kemudian berbuka sebelum masuk waktunya. Semuanya sabar menunggu datangnya waktu berbuka. Begitu juga, orang-orang yang berpuasa itu tahu bahwa hak-haknya untuk makan dan minum serta bergaul suami isteri hanyalah malam hari. Tak ada yang berusaha melampauwi hak-haknya tersebut sampai terbit fajar atau siang hari. Karena ia tau bahwa itu akan membatalkan puasanya.

Wallahu a’lam
Ramadhan pertama 1439 H

BIJAK DALAM MENYIKAPI BERITA

BIJAK DALAM MENYIKAPI BERITA
Era Teknologi Informasi memungkinkan semua orang membuat dan memuat berita sebanyak-banyaknya dan sesuka-sukanya. Celakanya, berita-berita tersebut, bisa pula "digoreng" segoreng-gorengnya. Kalau pembaca tidak hati-hati dan bijak dalam menyikapi setiap pemberitaan yang ada, akan sangat berbahaya. Dua orang yang bersaudara bisa jadi bermusuhan. Orang-orang yang tadinya berteman baik, bisa berkelahi. Bahkan, sesama muslim bisa saling kecam dan saling kafir-mengkafirkan. Akibatnya, tentu saja penyesalan yang akan datang.

Rasulullah SAW, dulu pernah juga menerima perkabaran yang tidak benar itu dari seorang sahabat yang ditugaskannya untuk menjemput Zakat yang telah dikumpulkan oleh sahabat beliau yang lain di suatu daerah. Tetapi, rasul tidak begitu saja menerimanya. Ceritanya seperti ini. .....Sesudah al-Harits masuk Islam Rasulullah saw memerintahkan al-Harits untuk mengajak kabilahnya masuk Islam dan membayar zakat. Al-Harits pun menyatakan kesediaan dan kesanggupannya. Kepada Rasulullah, Al-Harits menyatakan, “Saya akan pulang ke kampung saya untuk mengajak orang lain masuk Islam dan membayar zakat. Bila bila sudah sampai waktunya, kirimkanlah utusan untuk mengambilnya.” Namun ketika kaum Bani Musthaliq sudah menerima Islam, dan zakat sudah banyak dikumpulkan sedang waktu yang disepakati oleh Rasul untuk mengambil zakat telah tiba, ternyata utusan beliau belum juga datang. Al-Harits pun merasa khawatir kalau-kalau ada sesuatu yang tidak berkenan di hati Rasulullah saw. yang menyebabkan beliau tidak kunjung mengirimkan utusan. Al-Harits khawatir kalau persoalan ini akan berakibat buruk bagi dirinya dan kaumnya.

Setelah melalui musyawarah dengan tokoh-tokoh Bani Musthaliq, al-Harits merasa harus datang kepada Rasulullah saw. Keberangkatan ke Madinah ini dipimpin sendiri oleh al-harits dan diikuti oleh serombongan tokoh bani Musthaliq, untuk menyerahkan zakat itu kepada Nabi.

Sementara itu, dalam waktu yang hampir bersamaan, Rasulullah saw. juga mengutus Al-Walid bin Uqbah untuk mengambil zakat yang telah dikumpulkan al-Harits. Di tengah Jalan al-Walid melihat al-Harits beserta sejumlah orang berjalan menuju Madinah. Didasari oleh ingatan akan permusuhan di masa jahiliyah antara dirinya dengan al-Harits, timbul rasa gentar di hati Al-Walid, jangan-jangan al-Harits akan menyerang dirinya. Karena itulah kemudian ia berbalik kembali ke Madinah dan menyampaikan laporan yang tidak benar.

Al-Walid melaporkan kepada Rasulullah saw bahwa Al-Harits tidak mau menyerahkan zakat, bahkan ia akan dibunuhnya. Rasulullah saw tidak langsung begitu saja percaya, beliau pun mengutus lagi beberapa sahabat yang lain untuk menemui Al-Harits. Ketika utusan itu bertemu dengan Al-Harits, ia berkata, “Kami diutus Rasulullah saw untuk bertemu denganmu.” Al-Harits bertanya, “Ada apa?” Utusan Rasulullah itupun menjawab, “Sesungguhnya Rasulullah saw telah mengutus Al-Walid bin Uqbah, untuk mengambil zakat, lalu ia mengatakan bahwa engkau tidak mau menyerahkan zakat bahkan mau membunuhnya.” Al-Harits menjawab, “Demi Allah yang telah mengutus Muhammad dengan sebenar-benarnya, aku tidak melihatnya dan tidak ada yang datang kepadaku.” Maka ketika mereka sampai kepada Nabi saw., beliau pun bertanya, “Apakah benar engkau menolak untuk membayarkan zakat dan hendak membunuh utusanku?” “Demi Allah yang telah mengutusmu dengan sebenar-benarnya, aku tidak berbuat demikian.”

Setelah peristiwa ini, turunlah Firman Allah SWT, yang artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya sehingga kamu akan menyesal atas perbuatanmu itu.” [QS Al-Hujurat (49): 6].

Agar kita tidak menyesal,
agar ukhuwah kita tetap terjaga,
agar ruhama atau kasih sayang diantara kita tetap terpelihara,
mari kita bijak dalam bermedia.


PASCASARJANA IAIN BUKITTINGGI
lllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllllll
Jum'at, 16.3.2018