BIJAK DALAM MEMBUAT BERITA
Ketika saya menulis sebuah opini di wall Face Book dengan judul, " Bijak Dalam Menyikapi Berita", saya disentakkan oleh sebuah coment teman FB saya, yang mulia Atuk Chudri Burhanuddin, “ si epicentrum beritalah yang harus berhati-hati berpikir apa yang akan terjadi kalau ini “langkahnya”, katanya. Melihat perkembangan terakhir yang terjadi di IAIN Bukittinggi dengan " persoalan cadarnya" saya kira Atuk benar. Bahwa sebelum kepada pembaca, si pembuat berita lah yang harusnya lebih bijak dalam membuat beritanya. Karena, tak semua orang yang bijak yang akan membaca yang diberitakannya, bahkan sekmen pembaca ini justeru sangat banyak yang tidak bijak.
Kalau dulu ada ada petuah orang tua-tua kita, “pikir kan dulu yang akan dikatakan dan jangan semua yang dipikirkan dikatakan”. saya kira sangat relevan dan penting untuk diperhatikan. Karena, sebuah pembicaraan atau tulisan yang dibuat, orang yang santun bisa berubah menjadi beringas, orang sabar bisa jadi marah. Sebaliknya, orang beringas bisa jadi santun, dan orang pemarah bisa jadi orang sabar. Begitu juga orang yang tadinya bersaudara bisa saling bermusuhan dan berperang, begitu pula sebaliknya.
Karena itu, bijaksanalah membuat berita, buatlah berita dan perkabaran yang mendatangkan kebaikan bersama. Berita yang bisa merubah “api” menjadi “air’. Jangan sebaliknya “air” menjadi ‘api”. Jika kode etik berpakaian IAIN mengharuskan mahasiswanya berbusana muslimah dengan wajah terbuka, jangan pula dengan serta merta dibuat judul berita, IAIN Melarang Bercadar atau IAIN Tidak Ramah Terhadap Cadar. Jika IAIN Bukittinggi tetap komit dengan aturannya berbusana muslimah di kampus dengan wajah terbuka, jangan pula dibuat berita, IAIN Bukittinggi Pertahankan Aturan Larangan Bercadar di Kampus, Kita yang di IAIN pun hendaknya begitu pula, jangan pula berkoar-koar memberitakanl, IAIN Bukittinggi Membenci Sunnah, IAIN Bukittinggi libera, Sudah saya peringatkan berkali-kali, tapi tak dihiraukan. Kemudian keluar pula berita IAIN Abaikan Peringatan MUI. Karena itu, Berita jangan hanya memperhatikan sisi sensasi dan marketnya saja, meski sisi itu penting. Berita mesti pula memperhatikan akibat dari pemberitaan yang dibuat. Saya kira yang terjadi di IAIN Bukittinggi adalah yang kedua, “air” dirubah menjadi “api”.
Akibat pemberitaan yang tak semuanya benar itu, IAIN Bukittinggi sekarang penuh dengan kecaman. Bahkan yang mengecam ini pun kadang-kadang merupakan kelompok islam yang belum tentu lebih baik dari IAIN yang dikecamnya. Bayangkan saja, institusi yang bisa menjadikan orang tidak berilmu, menjadi orang berilmu, dikecam oleh kelompok yang baru bisa merubah orang dari tidak berjanggut menjadi berjanggut, dari tidak bercadar menjadi bercadar, dari berbintalon menjadi bergamis dan bersorban. Mereka lupa akan firman Allah SWT, yang mengingatkan,
Hai orang-orang yang beriman, jangan lah kamu mengolok-olok kaum yang lain [karena] boleh jadi mereka [yang diolok-olok] lebih baik dari mereka [yang mengolok-olok] dan jangan pula kaum wanita [mengolok-olok] wanita lain [karena] boleh jadi wanita yang [diperolok-olok] lebih baik dari wanita [yang memperolok-olokkan] dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan jangan lah kamu panggil-memanggil dengan gelar yang buruk-buruk. Seburuk-buruk panggilan [ialah] panggilan yang buruk sesudah beriman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Q.S Al-Hujuurat 13
PASCASARJANA IAIN BUKITTINGGI
IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
Selasa, 20 Maret 2018
IIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIII
Selasa, 20 Maret 2018
EmoticonEmoticon