Minggu, 20 Mei 2018

PERSAUDARAAN SEJATI

PERSAUDARAAN SEJATI
 
Belajar dari Muhajirin dan Anshar

Muhajirin dan Anshor adalah dua kelompok yang dipersaudarakan oleh Nabi SAW. Muhajirin merupakan orang-orang yang hijrah atau pindah bersama Nabi SAW dari Makkah ke Madinah. Sedangkan orang anshar/penolong adalah orang-orang yang menerima kalangan muhajirin di Medinah. Orang anshar ini terdiri dari dua suku besar di Madinah yakni Aus dan Khajraj. Muhajirin dan Anshor sama sekali tidak memiliki hubungan darah bahkan mereka bertempat tinggal pada dua kota yang berjauhan. Namun demikian, keimanan yang sama kepada Allah Yang Maha Esa (tauhid) dan keyakinan yang sama akan kerasulan Muhammad SAW membuat mereka menjadi bersaudara.

Persaudaraan antara kedua golongan ini sangat luar biasa. Mereka yang merupakan golongan Anshar dengan senang hati menerima kedatangan Muhajirin ke negeri mereka dan memberikan apa saja yang dimilikinya untuk Muhajirin. Tidak terpikir oleh mereka suatu saat Muhajirin akan membalas kebaikan mereka tersebut. Tidak pula ada kekhawatiran dalam diri mereka bahwa suatu saat Muhajirin akan menjadi kuat dan akan mendominasi mereka. Muhajirin pun demikian pula, tidak sedikit pun terdapat keinginan untuk memanfaatkan kebaikan Anshar guna mengambil keuntungan pribadi dan keluarga dari mereka. Mereka menerima kebaikan Anshar sekedar untuk memenuhi kebutuhan minimalnya dan sedikit modal untuk memulai usaha mereka. Tak pernah pula terbersit dalam pikiran mereka suatu saat kelak dapat mengatasi Anshar. Kedua golongan ini selalu saling mengalah, tidak saling mengalahkan. Keadaan semacam ini terus berlangsung tanpa berubah di belakang hari, bahkan setelah Rasulullah tiada.

Berkenaan dengan ini terdapat kisah yang menarik antara dua orang Muhajirin dan Anshar, ‘Abdurrahmân bin ‘Auf RA dengan Sa’ad bin Rabi’ RA. Sa’ad berkata kepada ‘Abdurrahmân: “Aku adalah kaum Anshâr yang paling banyak harta. Aku akan membagi hartaku setengah untukmu. Dan pilihlah di antara istriku yang kau inginkan, (dan) aku akan menceraikannya untukmu. Jika selesai masa ‘iddahnya, engkau bisa menikahinya”. Mendengar pernyataan saudaranya itu, ‘Abdurrahmân menjawab: “Aku tidak membutuhkan hal itu. Adakah pasar (di sekitar sini) tempat berjual-beli?” Lalu Sa’ad menunjukkan pasar Qainuqa’. Mulai saat itu, ‘Abdurrahmân Radhiyallahu anhu sering pergi ke pasar untuk berniaga, sampai akhirnya ia berkecukupan dan tidak memerlukan lagi bantuan dari saudaranya

Persaudaraan yang sejati semacam ini diabadikan Allah dalam Al-Qur`ân, surat al-Hasyr/59 ayat 9 : Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshâr) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).

Demikianlah persaudaraan yang sejati, persaudaraan yang didasari atas dasar cinta dan iman kepada Allah. Persaudaraan ini kadangkala bisa mengalahkan persaudaraan primordial yang didasarkan atas darah dan suku. Bagi persaudaraan yang semacam ini, di mata Allah ternyata mendapat tempat yang sangat tinggi. Dalam Q.S. at-Taubah (9): 100, Allah berfirman, yang artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar”.

===========
Selamat Tahun Baru 1439 H
Cingkariang, banuhampu, 2 Muharam 1439 H/22 September 2017


EmoticonEmoticon